Hari ini, tepat tanggal 22.12.20, semua laman media sosial dipenuhi dengan ucapan hari ibu. Ada yang bernarasi dengan penuh kenangan, ada juga yang sekedar memberi ucapan disertai emoticon love. Tentu, dilengkapi dengan post foto bersama ibunya masing-masing. Entah, karena sudah baca ucapan orang sana-sini, aku jadi kekurangan hasrat untuk mengucapkan pada Ibu. Ini kali pertama merasa demikian. Sebelumnya, jika sedang di rumah ya akan kuucapkan secara langsung sembari mencium tangan dan memeluknya. Jika sedang tidak di rumah ya via telpon. Masih ada beberapa jam lagi, semoga ada gerakan hati yang menuntun untuk ke sana. Pun jika tidak, dengan memberinya hadiah saat pulang nanti cukup menjadi jalan kebahagiaan. Semoga, jika diberi umur panjang.
Ibu,
Kebersihan hatimu memang tak bisa dilihat dengan mata, namun bisa dirasa oleh hati.
Akankah diriku mampu menjadi sepertimu, wahai Ibu?
Berselimut ketulusan, keikhlasan juga keyakinan.
Sejauh ini, jika harus diungkapkan, anakmu ini tak mampu menatapmu dengan tatapan serius. Jika pun harus, air mata ini tak mampu untuk ditahan. Karenanya, aku memilih untuk menunduk, merasakan pilunya hati. Hanya karena satu hal, aku benci air mata. Ya, aku benci itu.
Tak mampu rasanya untuk menuliskan segudang kesabaran, perjuangan, kekuatan dan ketulusan hati, juga keteguhan doa-mu. Merengkuh dalam sujud kepada-Nya serasa menjadi rutinitasmu di kala angan tak sampai pada realita. Tak ada lagi tempat bercurah, selain kepada-Nya. Engkau, sangat tidak mungkin mencurahkan pada anak-anakmu, karena lembutnya perasaanmu dan sikap enggan merepotkan juga memberi beban pada anak-anakmu. Walaupun begitu, anak bungsumu ini adalah seorang wanita, saya pun bisa merasakan pedihnya hati saat disakiti. Namun aku menyadari, sakit yang aku rasa tak pernah sebanding dengan sakit yang engkau rasa. Saat engkau berkata, “Demi anak, Ibu harus bertahan.” Adakah jiwa anak yang tidak bergejolak?
Walaupun dikata tidak romantis, tapi memang sikap itu yang aku berikan di momen-momen menyakitkan. Jika harus datang dan memberimu kekuatan, yang ada hanya air mata yang mengalir deras. Lagi, aku menghindari itu. Sikap yang kuberikan adalah kekuatan jiwa-raga ketika berdiri di hadapanmu. Dengan begitu, engkau memiliki energi positif untuk kuat menyanggah diri. Bukan dalam artian apatis, aku pun yakin, engkau tidak ingin menaruh rasa sakit kepada anak-anakmu. Kepiluan itu cukup dirasa oleh masing-masing hati. Yang paling utama adalah sikap kuat di diri kita masing-masing. Dan itu berhasil kita lalui dengan jerih payah tak terhitung.
Bahwa wanita harus kuat dan tegar, meski hatinya patah sepatah-patahnya. Ketauhilah, wanita akan memilih untuk diam daripada berbicara yang akan berujung pada keributan. Wanita di hadapanku adalah wanita pendiam. Sudah bisa ditebak, jika pribadinya dikecewakan dan disakiti dalam skala yang tidak terhitung, jangan harap ia akan diam seribu kata. Ia akan mengeluarkan segala unek-uneknya, tapi hanya dalam waktu sesaat. Selebihnya, akan diam dan meratapi lukanya sendirian, dalam keheningan.
Sekarang, atas kekuatan doa yang engkau haturkan pada pemilik skenario, Dia ijabah 100%. Merinding saat mendengar ucapan, “Ibu ndungo sampe jungkir walek.” Ini adalah bentuk keseriusan doa ibu. Jadi, jangan pernah putus dari rahmat Allah berupa kelapangan hati untuk berdoa. Bersyukurlah masih diberi kemudahan untuk kembali ke Sang empunya. Tentu, tidak hanya di kala butuh saja. kami punya doa, kamu?