Sabtu, 11 November 2023

Coretan Tanpa Judul

Dari figur dewasa, Abang.

Halo, Rika Leli. Selamat merayakan, merenungkan, dan merefleksikan hari istimewamu yang ke-26. Semoga kamu senantiasa dianugerahi kesehatan, diberkati kesabaran dan kekuatan untuk terus belajar dan mengembangkan diri, dilimpahkan rejeki, dituntun untuk selalu berbuat dan berbagi kebaikan, baik untuk diri sendiri, orang lain, hingga seluruh penghuni bumi. Semoga kamu, dan juga kita semua, dapat tetap belajar untuk lebih bisa memahami satu sama lain sekaligus dapat menghargai keberadaan masing-masing.

Melalui coretan singkat ini, abangmu ingin berterima kasih karena kamu sudah berkenan untuk terus belajar, bertumbuh, dan mengembangkan diri. Terima kasih karena sudah mau menjadi sosok yang terbuka—sekalipun dengan orang yang betul-betul baru seperti aku, menyediakan ruang aman dan damai untuk menjadi diri sendiri, dan tetap mendukung untuk berkembang—selambat dan sesedikit apapun prosesnya. Terima kasih untuk tetap sabar dalam memaafkan, untuk sabar dalam menemani, untuk sabar melihat dan mengapresiasi hal-hal yang yang amat sangat kecil. Terima kasih karena sudah dan terus mengulurkan tangan untuk membantu, mengerahkan pikiran untuk memahami, dan mengupayakan segala sesuatu demi yang baik-baik. Dari kamu, aku pelan-pelan semakin mengerti kalau memahami manusia, mulai dari diri sendiri hingga orang lain, memang bukanlah perkara yang mudah. Belum lagi mencari kesepahaman, kupikir, tanpa adanya dialog dan transparansi, itu hanya akan menjadi ilusi. Pada titik ini, terima kasih telah menghadirkan dialog yang sangat positif bagiku tentang apa artinya hidup dan memahami diri maupun dunia. Dengan berjumpa denganmu dan menemukan alasan untuk mengenal diri, aku pelan-pelan memahami bagaimana menjalani kehidupan ini. Seperti kata Nietzsche, “mereka yang sudah memiliki ‘why’ untuk hidup akan menjawab setiap ‘how’.

Perihal polivalensi perkataan maupun sikap, dalam bayanganku, kita memang masih sama-sama belajar untuk selalu jujur dan transparan; sama-sama belajar untuk semakin terbuka tanpa bebas; sama-sama belajar untuk menghadirkan pernyataan dan perbuatan yang clear, tanpa memicu prasangka dan pikiran alternatif. Memang, aku sendiri mengakui kalau kamu telah jauh melampauiku perihal keterbukaan, transparansi, dan keterusterangan. Namun, karena ini bukan kontestasi, aku selalu berdoa semua bisa terus belajar untuk mengembangkan itu dan mengambil banyak hikmah dari dirimu.

Terakhir, aku ucapkan terima kasih yang sebesar-besar dan sedalam-dalamnya karena sudah mengizinkan aku untuk berbagi kaki denganmu. Aku minta maaf, jikalau perkataanku yang kemarin telah, dan boleh jadi masih, membuatmu memandang bahwa dirimu bukanlah orang yang cerdas. Sungguh, aku tidak bermaksud demikian. Jikapun diartikan seperti itu, aku meminta maaf sekali lagi. Satu hal yang perlu aku nyatakan dengan tegas di sini, kamu itu cerdas, kamu itu punya empati yang genuine, kamu itu senang bertumbuh, dan kamu itu senang belajar. Dari membaca tesismu, aku betul-betul sadar bahwa kamu memiliki kemampuan untuk menyederhanakan yang rumit. Ya, demikianlah tugas filsuf yang sejati bukan? Karena kita sama-sama belajar dan bertumbuh, kukira tidak ada yang salah dari konflik dan kecewa. Malah itu yang menjadi komponen utama dari relasi yang genuine bukan. Kalau kata Hegel, “perang itu akan melahirkan progress, sementara damai itu hanya akan menyebabkan stagnasi.” Semoga terus diberi mampu dan sabar untuk belajar dan bertumbuh yah. Bagiku, kamu adalah sosok yang—menggunakan frasa Ibn ‘Aṭā’illah—yang menuntun diriku, dan juga yang lainnya, untuk menemukan pecahan-pecahan makna dalam kehidupan.

Thank You.
F. Afif


*Perjalanan pertemanan yang dipenuhi dengan lika-liku, yang sangat menguras energi, hingga lahirlah coretan ini. Terima kasih kembali, teman rasa saudara. :)