Jumat, 27 Agustus 2021

Bertemu Titik Balik

Setiap dari kita akan bertemu dengan satu momen yang akan menjadi standar perjalanan hidup ke depan. Titik balik. Satu titik di mana seseorang disadarkan akan keberlanjutan hidup yang lebih berkualitas. Tentu saja kualitas itu ada ketika seseorang mampu bangkit dari terjangan gelombang besar, sebab rentetan peristiwa hidup yang memilukan. “Begitulah biasanya cerita tercipta--dengan sebuah titik balik, suatu perubahan terjadi tak terduga.” kata Murakami.

Malam itu, suasana cafe yang begitu hangat menjadi saksi atas perubahan mindset seseorang, yang artinya merubah kehidupannya dalam berbagai aspek. “Hidup terus berjalan, dan sekarang waktunya kita berjalan di jalan masing-masing.” ungkapnya di depan saya sembari menusukkan sedotan ke kemasan minumannya. Well, teman sedari kecil saya yang usianya dua tahun di bawah saya telah mengarungi lika-liku hidup, telah melewati beberapa realita dan telah merasakan jatuh-bangun hingga terbentuklah seseorang yang tumbuh mendewasa. Satu prioritas yang sedang ia gapai adalah kebebasan atas dirinya sendiri; kebebasan atas beban diri sendiri. Sejalan dengan dua pilar Ikigai bangsa Jepang; menikmati hidup dengan kondisi mengalir berprinsip dasar membebaskan diri dan menghadirkan diri di tempat dan waktu sekarang. Singkatnya, menjalani hidup sesuai apa yang ada di depan mata tanpa mengais imbalan juga pengakuan orang lain. Just let it flow!

Ada secercah rasa penerimaan yang menyelimuti dirinya, dan itu mengembalikan sisi positif yang belum lama ini hilang darinya. Tawa yang keluar tanpa beban, masalah yang diungkapkan tanpa dinding penghalang adalah ruang personal yang ditutup rapat di hadapan saya dalam beberapa waktu ini. Hal yang sangat wajar dilakukan  setiap orang ketika dirinya sedang dipenuhi berbagai gejolak. Menepi.

Setelah bangkit dari keterpurukannya, ia tidak lagi bercerita dengan nada merengek, bahkan tidak lagi mencurahkan kegelisahan dengan nada menggebu-nggebu seraya mempertahankan egonya mati-matian, ia memulai ceritanya dengan memberi sebuah informasi tentang keputusannya, tentang jalan yang sedang ia lalui dan tentang bagaimana ia ke depan. Dalam menyikapi idealisme misalnya, ia tampak bersikap lebih bijak dari sebelumnya dengan tidak memprioritaskannya dan memilih untuk menyesuaikannya dengan realitas.

Saya tertegun mendengarkan setiap kata yang keluar dari lisannya, bahkan setelah ia menyelesaikan ceritanya, tidak ada sudut pandang yang mampu saya lontarkan kepadanya. Saya sibuk menerawang diri saya sendiri, seraya bertanya, “Kamu apa kabar? Sejauh apa kamu berjalan?” Saya merutuki diri saya sendiri, dan dengan cepat saya memutus kinerja otak yang semakin tidak terkontrol. Saya memilih untuk menikmati alunan musik live on stage yang awalnya saya rasa sungguh berisik lalu menjadi asik. Dan ia sibuk melahap makanan yang telah ia beli, burger minimalis.

Sungguh, malam itu adalah perayaan atas kemenangan diri sendiri, kemenangan atas semua materi yang membebani pikirannya. Ia tiba di suatu titik balik, entah dirinya menyadari atau tidak. Tapi yang jelas, saya turut merasakan kebahagiaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar