“Duniaku indah saat bersamamu!” mungkin begitu gambarannya.
Di usia yang katanya harus menatap masa depan dengan serius, aku masih enggan beranjak dari masa-masa penuh tawa. Masih enggan untuk meninggalkan kebiasaan yang penuh kebahagiaan. Saat ini, sepertinya aku mengiyakan salah satu perspektif kawan soal usia, “Bukan usia yang menarik jika kita masih terjebak pada nilai-nilai umum yang mendefinisikan bagaimana manusia yang baik. Memiliki pekerjaan tetap, memiliki pasangan, memiliki keturunan, dan sebagainya, dan seterusnya.” Jadi, kapan kita main? (disertai emoticon imut-imut menggemaskan)
Aku masih sama, aku yang akan lebih loyal jika kawan-kawanku bisa menerimaku. Jangan pernah ragukan loyalitasku jika kita sudah pernah duduk bareng, ngobrol bareng sampai ketawa bareng. Apapun yang kalian butuhkan, selagi aku mampu, bakal aku lakukan. Sampai ada satu kawan menasehati, “Sikapmu selalu tulus ke circle-mu, tapi satu hal, jangan sampai lupakan dirimu.” Tenang, aku selalu pasang batas untuk apapun.
2020. Malangnya nasibmu yang dikutuk seluruh penghuni bumi. Tak bisa dipungkiri, aku pun merasakan hal yang sama. Bagaimana tidak? Segala momen yang digambarkan dengan indah, bermanuver menjadi momen yang biasa-biasa saja. Bahkan, di penghujung tahunmu, aku harus dipertemukan dengan perpisahan. Satu hal yang wajar dalam sebuah pertemuan. Namun, kali ini berbeda. Suatu perpisahan yang sebelumnya tidak pernah ada momen untuk berbahagia bersama.
Malam itu, satu kawan bertanya, “Lebih sakit mana meninggalkan atau ditinggalkan?”
Ku jawab, “Mayoritas orang akan menjawab ditinggalkan, dan aku setuju.“
Buru-buru ia katakan, “Karenanya aku memilih untuk meninggalkan, karena sudah terlalu banyak yang pergi. Aku takut akan sendirian, dan menjadi korban ditinggalkan banyak kawan.”
Dengan nada agak tinggi, “Sial! Itu artinya kau bakal ninggalin aku?”
- - -
Rupanya, lagunya Dere yang berjudul ‘kota’ itu cukup kuat untuk menggambarkan kondisi saat ini. Mohon maaf, ini interpretasi yang subjektif dari seorang perempuan jomblo. Jadi, dapat disimpulkan bahwa lagu itu cocok untuk ditujukan kepada para kawan. Ketika berkunjung ke Surabaya, selalu ada bahagia namun banyak sekali kerinduan pada kawan-kawan yang telah lama meninggalkan kota. Ya, hidup adalah pilihan. Sementara, aku masih memilih untuk merindu Surabaya dengan segala kisahnya.
Oh, ini tulisan dalam benak mau mengulas kenangan-kenangan bersama kawan, mau mengulas beberapa kawan yang sedikit banyak aku hafal kebiasaannya, juga mau mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas segala kebaikan mereka. Tapi, tiba-tiba kepikiran akan harapan satu momen untuk berjumpa sekaligus melukis kisah baru. Ya, momen pengambilan ijazah. Semoga ada bonus yang terselipkan. Jadi, tulisan tentang itu bisa ditunda dulu. heuheu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar